Sejak zaman raja Chulalongkom (1868-1910), Siam sudah menggunakan sistem kabinet. Bahkan pada zaman raja Prajadiphok (1925-1935) dibentuk juga Supreme Council yang terdiri dari 5 orang pangeran dengan kedudukan sebagai badan penasehat. Tetapi anggotanya terbatas pada putra-putra raja, para bangsawan, serta penasehat asing. Karena itu walau sudah ada modernisasi, tetapi raja tetap absolut.
Walaupun raja Siam yang memerintah itu adalah raja yang baik, tetapi karna berkuasa mutlak, maka mereka tetap raja yang absolut. Beberapa usaha perbaikan yang dilakukan raja yaitu mengadakan kodifikasi undang-undang (1931)dan mewajibkan semua anak untuk belajar di sekolah dasar, bahkan dengan Cuma-Cuma, tetapi kesempatan belajar ini hanya dinikmati sebagian rakyat saja. Raja juga berusaha memperluas kekuasaan Dewan Negaradan Dewan Legislatif yang telah dibentuk sejak tahun 1895, tetapi kekuasaan lembaga-lembaga tersebut tetap simbolis saja sebab raja tetap memegang hak untuk mengangkat para anggota dewan-dewan tersebut. Tindakan lain dalam bidang politik dan pemerintahan dari raja Prajadiphok yang langsung mempercepat timbulnya rasa kecewa (terutama di kalangan pegawai sipil dan militer) adalah kebijaksanaannya untuk memotong gaji para pegawai dan pemecatan-pemecatan. Tentu saja tindakan yang drastis dari pemerintah tersebut menimbulkan rasa dendam (D.G.E Hall, 1997:84).
Keadaan ekonomi juga menyebabkan timbulnya rasa kekecewaan dihati rakyat, sebab pemerintahan raja Vajiravudh (1910-1925) kas negara krisis, karena dalam penggunaan uang negara tanpa kontrol yang baik.situasi ini diwariskan kepada penggantinya, Prajadiphok. Untuk mengatasi keaadaan ekonomi yang semakin merosot, maka raja Prajadiphok berusaha mencari bantuan kepada negara lain, tetapi usaha ini kurang berhasil. Kemudian untuk menutup kekosongan kas negara kaum nasionalis menuntut dihapuskannya hak-hak istimewa serta kontrak-kontrak asing di Siam. Walau pen demikian usaha ini juga belum memenuhi rencana yang di targetkan (Ibid, hal 676).
Keadaan sosial Siam sampai tahun 1931 tidak banyak mengalami perubahan. Rakyat Siam mayoritas petani yang masih terbelakang, walaupun modernisasi telah berlangsung. Modernisasi Siam terbukti belum dapat menciptakan industri-industri yang besar yang dapat menampung para penganggur yang ada. Dibidang perdagangan, sebagian besar masih di pegang orang asing terutama cina. Dengan demikian keadaan ekonomi tetap meprihantinkan dan jumlah penganggur semakin meningkat. Dalam situasi itu tiba-tiba pemerintah menaikan pajak, sehingga rasa kekecewaan tak terbendung lagi. Masukknya ilmu pengetahuan Barat, terutama mengenai ide-ide baru yang telah tercium oleh pemuda-pemuda Siam merupakan faktor yang mempercepat timbulnya revolusi. Adanya paham pemerintahandemokrasi yang mengalir dari Barat telah mendorong timbulnya rasa tidak puas dikalangan rakyat terhadap dominasi kekuasaan kaum bangsawan. Hal ini terbukti bahwa revolusi tersebut dipimpin oleh pegawai-pegawai muda dan opsir-opsir yang mendapatkan pendidikan Barat ( K.S. Latourette, 1947:283).
Orang-orang Siam yang berpendidikan Barat itu berusaha untuk menghapuskan monarki absolut diganti monarki konstitusional, sesuai dengan zaman modern. Pemimpin revolusi adalah Pridi Banomyong (Luang Pradist Manudharm), seorang guru besar dalam ilmu hukum dari Universitas Chulalongkom. Ia seorang sosialis dan dinamakan pemimpin Partai Rakyat (belum ada partai) oleh para pendukungnnya. Tokoh kedua dalam revolusi siam adalah Luang Phibun Songgram. Seperti Pridi, Phibun Songgram juga menyelesaikan studinya di Prancis. Kedua orang inilah yang menjalankan revolusi Siam 1932.
0 comments :
Post a Comment